Kamis, 24 Mei 2012

etika dan profesioalisme public relation


Pendahuluan
-  Setiap pembahasan tentang status profesional dari PR selalu diawali dengan etika.
-  Dalam kenyataannya, kepatuhan terhadap aturan etika profesional inilah yang memisahkan profesi dari pekerjaan lainnya.
-  Isu etika adalah penting karena kalangan profesional yang punya keahlian khusus memiliki kekuatan besar dalam membuat keputusan yang mempengaruhi setiap aspek masyarakat.
-  Etika dan profesionalisme adalah perhatian global, di mana tanggung jawab sosial yang bukan lagi isu lokal semata.
-  Pembahasan bab ini adalah; landasan etika profesional PR dan juga membahas aspek-aspek pekerjaan yang mengadopsi filosofis yang sedang berkembang saat ini.
ETIKA

Etika secara etimologi berasal dari bahasa Yunani kuno, yakni ethos” yang berarti adat istiadat atau kebiasaan. Dalam pengertian ini, etika berkaitan dengan adat istiadat atau kebiasaan hidup yang dianggap baik oleh kalangan masyarakat tertentu. Ada juga yang mengartikan etika adalah nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya

Secara umum, etika berkenaan dengan nilai yang memberikan pedoman kepada seseorang, organisasi, atau masyarakat untuk membedakan antara yang benar dan yang salah, adil dan tidak adil, kejujuran dan kebohongan. Tindakan seseorang diukur tidak hanya oleh hati nuraninya tetapi juga oleh norma dan nilai yang berlaku di masyarakat. Etika pribadi dan organisasi dipengaruhi oleh berbagai factor, seperti budaya, agama, dan pendidikan. Masalahnya adalah apa yang dianggap benar oleh seseorang belum tentu dianggap benar oleh orang lain.
Landasan Filosofis Dari Etika
Tujuan PR; untuk memfasilitasi dialog, meningkatkan pemahaman dan membangun hubungan yang saling menguntungkan dan ini adalah tujuan yang baik dan mulia. Akan tetapi, agar sampai kesana, PR harus dipraktikan dengan komitmen kepada tanggug jawab social etika
Tokoh-tokoh PR awal seperti Ivy Lee dan John W Hill mengatakan bahwa, PR harus bertindak sebagai "kesadaran etis" dari organisasi. Beberapa orang dewasa ini mengatakan bahwa, PR bisa membantu organisasi dengan sebaik-baiknya apabila ia bertindak sebagai kesadaran etis. Jika PR tidak mengisi peran kesadaran etis dalam organisasi, organisasi mungkin akan jatuh atau tidak berjalan sesuai dengan fungsinya.
Landasan Etika Profesionalisme
Masyarakat atau asosiasi profesi menentukan kebijakan sendiri untuk mengatasi penyelewengan, menegakkan moralitas kolektif, dan memastikan agar kalangan profesional melakukan apa yang dinamakan "perilaku yang benar."
Tujuan utamanya adalah melindungi klien yang mendapatkan pelayanan profesional tersebut. Secara bersama, kebijakan dalam profesi juga melindungi praktik profesional dan menjaga kepercayaan publik dan dukungan untuk privilese profesional.


Ada dua pendekatan dalam filsafat moral yang biasa dipakai dalam pembuatan keputusan etis
1.  Filsafat Utilitarian
-  Utilitarianisme menitikberatkan utilitas atau hasil yang diharapkan dari keputusan untuk menentukan apa yang "benar" untuk dilakukan.
-  Utilitarianisme didasarkan pada konsekuensi atau hasil yang diperkirakan dari sebuah keputusan.
-  Konsekuensi dari sebuah keputusan dipakai untuk mengukur kelayakan moral suatu tindakan, sehingga prinsip etikanya didefinisikan berdasarkan konsekuensi atau hasil yang diharapkan.
-  Utilitarianisme berpendapat bahwa tindakan etis harus menimbulkan kebaikan terbanyak untuk jumlah orang banyak.
-  Tipe filsafat ini menekankan pada pelayanan kebaikan publik atau mayoritas di dalam masyarakat.
-  Praktisi akan memilih alternatif yang memaksimalkan hasil positif dan meminimalkan hasil negatif atau merugikan.
-  Pendekatan ini juga mensyaratkan agar profesional PR mesti memperkirakan secara akurat konsekuen dari setiap keputusan.
2.  Filsafat Deontologi
-  Etika deontologi difokuskan pada prinsip moral, bukan didasarkan pada moralitas keputusan.
-  Pendekatan ini juga disebut "nonkonsekuensialis" karena pendekatan ini menyatakan bahwa etika seharusnya dipandu oleh kewajiban ketimbang konsekuensi.
-  Deontologi dikembangkan oleh filsuf Jerman Immanuel Kant (1724-1804) sebagai upaya untuk mencari prinsip dasar moral yang universal.
-  Deontologi dapat dikatakan merupakan pendekatan paling luas dalam etika dan didefinisikan sebagai "teori etika yang menekankan tugas atau kewajiban sebagai basis moralitas.
-  Dalam deontologi, sifat etis dari sebuah tindakan tidak tergantung kepada hasilnya karena memprediksikan hasil adalah di luar kemampuan atau kendali manusia.
Kegiatan PR secara umum adalah kegiatan yang berhubungan dengan ‘persepsi’ dan nilai.’ Karena itu memerlukan perhatian pada asas-asas: profesional; obyektif; bermoral dan beretika; efisien; efektif; transparan; akuntabel; dan pelayanan berkualitas. Dengan menjalankan asas tersebut, maka kita akan mampu untuk menjadi aparat Humas pemerintah yang profesional dan handal dalam membentuk reputasi positif lembaga pemerintah yang diwakilinya, Sehingga terwujud tata kelola pemerintahan yang baik.
Ketika berbicara mengenai status profesional PR, publik seringkali merujuk pada ke-etis-an aparat tersebut. Lalu apakah Etika itu? Etika adalah standar-standar moral perilaku, atau bagaimana Anda bertindak dan mengharapkan orang lain bertindak. Etika merupakan sebuah bentuk kompromi antara hak dan tanggung jawab individu. Sebuah ‘sintesis’ dari hak (sebagai ‘tesis’) dan tanggung jawab (sebagai ‘antitesis’). Ketika keduanya dinegasikan maka muncullah etika itu sebagai standar orang dalam berperilaku.
Etika bukanlah hal yang datang dengan sendirinya. Ia merupakan suatu hasil bentukan manusia. Etika diciptakan untuk mengatur kehidupan manusia agar terjadi interaksi yang harmonis. Dalam prakteknya tak ada etika yang mutlak. Standar etika pun berbeda-beda pada sebuah komunitas sosial, tergantung budaya, norma, dan nilai-nilai yang dianut oleh komunitas tersebut. Baik itu komunitas dalam bentuknya sebagai sebuah kawasan regional, negara, agama maupun komunitas grup. Tak ada etika yang universal
Perbedaan tersebut bahkan seringkali  telah melahirkan bentuk etika baru karena ketika dua komunitas yang memiliki standar/dasar etika yang berbeda berkomunikasi, mereka akan terikat dengan aturan main. Di mana kedua belah pihak dituntut untuk menghormati etika masing-masing, agar komunikasi dapat terhindar dari kegagalan. Hal inilah yang pada akhirnya akan terbentuk etika baru sebagai sebuah bentuk kompromi baru dari dua buah etika yang berbeda. Bagi profesi PR, standar/dasar etikanya mencakup:
1. Sikap Profesioal
Sikap profesional memiliki prinsip bahwa Anda harus bertindak atas dasar keinginan untuk menciptakan kebaikan diantara kedua belah pihak, baik klien maupun komunitas. Bukan semata - mata untuk mengejar posisi dan kekuasaan.

2. Kepercayaan Mutlak dan Tanggung Jawab Sosial
Untuk menjadi seorang profesional, Anda diharapkan mampu memegang kepercayaan. Kesejahteraan publik atau pimpinan tergantung pada kecakapan dan tindakan Anda. Pimpinan harus mempercayai informasi yang diberikan oleh PR lebih dari siapapun. Sedangkan kehormatan seorang profesional PR mengacu pada keyakinan dan kepercayaa yang diberikan publik, karena perilaku yang benar dan keahlian yang anda miliki.
Hal yang harus diperhatikan adalah:
1. Tanggung Jawab
Praktisi PR memiliki tanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaan dan fungsinya (by function) serta tanggung jawab terhadap dampak atau akibat dari tindakan pelaksanaan profesi (by profession) tersebut terhadap dirinya, rekan kerja dan profesi, organisasi/perusahaan dan masyarakat umum lainnya.
2. Kebebasan
Para profesional PR memiliki kebebasan dalam menjalankan profesinya tanpa merasa takut atau ragu-ragu, tetapi tetap memiliki komitmen dan bertanggung jawab dalam batas-batas aturan main yang telah ditentukan oleh kode etik sebagai standar perilaku professional.
3. Kejujuran
Profesional PR harus jujur dan setia, serta merasa terhormat pada profesi yang disandangnya. Mengakui akan kelemahannya dan tidak menyombongkan diri, serta berupaya terus untuk mengembangkan diri dalam mencapai kesempurnaan bidang keahlian dan profesinya melalui pendidikan, pelatihan, dan pengalaman. Di samping itu, tidak akan ‘melacurkan’ profesinya untuk tujuan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, demi tujuan materi semata atau kepentingan sepihak.
4. Keadilan
Dalam menjalankan profesinya, maka setiap profesional memiliki kewajiban dan tidak dibenarkan melakukan pelanggaran terhadap hak, mengganggu milik orang lain, lembaga, atau organisasi, atau mencemarkan nama baik bangsa dan negara. Di samping itu, harus menghargai hak-hak, menjaga kehormatan nama baik, martabat, dan milik bagi pihak lain, agar tercipta saling menghormati dan keadilan secara obyektif dalam kehidupan masyarakat.
5.Otonomi
Dalam prinsip ini, seorang profesional memiliki kebebasan secara otonom dalam menjalankan profesinya sesuai dengan keahlian, pengetahuan, dan kemampuannya, organisasi, dan departemen yang dipimpinnya, untuk melakukan kegiatan operasional atau kerja sama yang terbebas dari campur tangan pihak lain. Apa pun yang dilakukannya adalah merupakan konsekuensi dari tanggung jawab profesi. Kebebasan otonom merupakan hak dan kewajiban yang dimiliki oleh setiap professional.
Standar komitmen yang tinggi atas etika dan sikap profesionalisme bagi para praktisi akan membedakan praktisi PR dengan tenaga terlatih lainnya. Kemudian akan menjadikan profesi PR mempunyai nilai lebih dalam pelayanan public interest, landasannya adalah:
1. Professioal Ethics
Perilaku yang profesional didasarkan pada niat baik, merasa diawasi dan dinilai jika melawan kode perilaku. Perasaan ini dapat terwujud, karena dipaksa melalui interpretasi nyata bagi mereka yang menyimpang dari penampilan standar yang diterima.
2. The Imperative of Trust
Hubungan publik atau pimpinan lembaga dengan PR berbeda dengan hubungan mereka dengan penyedia jasa lainnya. Perbedaan dipusatkan pada hubungan berlandaskan kepercayaan. Sewaktu pimpinan mencari jasa profesional, mereka menempatkan dirinya –bukan hanya pikirannya– dalam suatu resiko. Begitu juga dengan publik. Seringkali, mereka mempercayakan dirinya dan keinginannya kepada Anda. Karena itu, pimpinan atau publik dan Anda telah memasuki sebuah hubungan saling percaya, sehingga diharuskan untuk bertindak sebaik mungkin.
3. Professional Privilege
Professional Privilege (hak istimewa) para profesional PR berpondasi pada kepercayaan, keyakinan, dan perilaku yang baik dari publik maupun dari sesama profesional. Untuk melindungi hak masing-masing dalam posisinya di masyarakat, para praktisi membuat kode etik dan standardisasi dalam praktek. Kode etik tersebut seringkali memiliki kekuatan hukum dan kekuasaan terhadap sanksi negara.
4. Social Responsibility
Para profesional PR juga harus dapat memenuhi kewajiban moral dan harapan dalam masyarakat. Masalah etika ini penting diperhatikan. Karena pada dasarnya, kegiatan PR memiliki pengaruh yang kuat dalam masyarakat, terutama apabila dapat menjalankan fungsinya secara efektif, dan sadar akan konsekuensi dari kegiatan yang dijalankannya
Peran profesi public relations semakin bias tanpa adanya spesialisasi profesi sehingga diharapkan seorang praktisi PR memahami perannya dengan baik, bukan hanya sekedar pelengkap kerja dan pekerjaan rangkap seorang sekretaris direksi. Konsep,peranan petugas PR yang dikembangkan oleh Broom, kemudian dikembangkan oleh Bromm dan Smith (Dozier, 1992) Peran PR merupakan salah satu kunci penting untuk pemahaman fungsi PR dan komunikasi organisasi. .Ada beberapa fungsi dominan yang harus dilaksanakan seorang PR sejati antara lain berperan sebagai :
 
. Tehnician Communication

Kebanyakan praktisi masuk ke bidang ini sebagai teknisi komunikasi. Deskripsi kerja dalam lowongan pekerjaan biasanya menyebutkan keahlian komunikasi dan jurnalistik, sebagai syarat. Teknisi komunikasi disewa untuk menulis dan mengedit newsletter karyawan, menulis news release dan feature, mengembangkan isi web, dan mengangani kontak media. Praktisi yang melakukanm peran ini biasanya tidak hadir disaat manajemen mendefinisikan problem dan memilih solusi. Mereka baru bergabung untuk melakukan komunikasi dan mengimplementasikan program, terkadang tanpa mengetahui secara menyeluruh motivasi atau tujuan yang diharapkan. Meskipun mereka tidak hadir saat diskusi tentang kebijakan baru atau keputusan manajemen baru, merekalah yang diberi tugas untuk menjelaskannya kepada karyawan dan pers.

. Expert Prescriber Communication
Ketika para praktisi mengambil peran sebagai pakar/ahli, orang lain akan menganggap mereka sebagai otoritas dalam persoalan PR dan solusinya. Manajemen puncak menyerahkan PR di tangan para ahli dan manajemen biasanya mengambil peran pasif saja. Praktisi yang beroperasi sebagai praktisi pakar bertugas mendefinisikan problem, mengembangkan program dan bertanggung jawab penuh atas implementasinya.

. Communication Facilitor
Peran fasilitator komunikasi bagi seorang praktisi adalah sebagai pendengar yang peka dan broker (perantara) komunikasi. Fasilitator komunikasi bertindak sebagai perantara (liason), interpreter, dan mediator antara organisasi dan publiknya. Mereka menjaga komunikasi dua arah dan memfasilitasi percakapan dengan menyingkirkan rintangan dalam hubungan dan menjaga agar saluran komunikasi tetap terbuka. Tujuannya adalah memberi informasi yang dibutuhkan oleh baik itu manajemen maupun publik untuk membuat keputuasan demi kepentingan bersama. Praktisi yang berperan sebagai fasilitator komunikasi ini bertindak sebagai sumber informasi dan agen kontak resmi antara organisasi dan publik. Mereka menengahi interaksi, menyusun agenda mendiagnosis dan memperbaiki kondisi-kondisi yang menganggu hubungan komunikasi di antara kedua belah pihak. Fasilitator komunikasi menempati peran di tengah-tengah dna berfungsi sebagai penghubung antara organisasi dan publik.
Pengaruh positif yang dapat ditimbulkan akibat dijalankannya kode etik ini adalah:
1.Humas dapat meningkatkan praktek profesionalisme dengan memberikan kode
etik dan memberdayakan perilaku dan kinerja yang bersifat etis dan standar
2. Humas mampu meningkatkan perilaku dari suatu organisasi dengan menekankan pada kebutuhan akan aspirasi masyarakat.
3. Humas mampu melayani kepentingan masyarakat dengan menyerap aspirasi yang berkembang di tengah masyarakat.
4. Humas melayani kelompok masyarakat tertentu dan masyarakat lainnya dengan menggunakan komunikasi dan media untuk mengubah informasi yang tidak benar menjadi informasi yang sebenarnya.
5. Humas mempengaruhi tanggung jawab sosialnya dengan mendukung kesejahteraan manusia dengan cara memperbaiki sistem sosial yang disesuaikan dengan perubahan kebutuhan dan lingkungan.

Selain itu, juga terdapat beberapa pengaruh negatif, mungkin terjadi akibat penyalah gunaan etika dalam kegiatan PR, seperti:
1.Humas yang ingin mendapatkan keuntungan dengan mendukung kepentingan tertentu, kadang-kadang sampai mengorbankan kepentingan masyarakat.
2. Humas ada kalanya membuat kekacauan dalam saluran-saluran komunikasi dengan membuat informasi menjadi lebih rumit dan membingungkan daripada bersifat klarifikasi.
3. Humas dapat mengakibatkan rusaknya kredibilitas dan saluran komunikasi karena dinodai oleh rasa kebencian dan sinisme.
Selain pengaruh negatif diatas, seringkali kegiatan-kegiatan yang dilakukan PR berujung pada penuntutan melalui jalur hukum, oleh pihak-pihak yang merasa tidak puas. Karena itu, PR lembaga pemerintah juga dituntut untuk “melek” hukum dalam melakukan aktifitasnya. Minimal mengetahui dan memahami kegiatan-kegiatan mereka yang berpotensi dalam pelanggaran hukum.
Kriteria Profesi
Dibutuhkan kriteria untuk menilai kemajuan praktik PR kontemporer dalam meraih status profesional. Tentu saja, kewajiban praktik etis adalah kriteria paling utama. Indikator lain dari status profesional antara lain:
-Pendidikan khusus untuk mendapatkan pengetahuan dan keahlian yang unik, berdasarkan teori yang dikembangkan melalui riset.
-  Pengakuan oleh komunitas akan pelayanan yang unik dan penting.
- Otonomi dalam praktik dan penerimaan tanggung jawab personal oleh praktisi.
-  Kode etik dan standar kinerja yang diberlakukan oleh asosiasi profesi yang mengatur diri sendiri.
Agar PR mendapat status profesional, harus ada program sebagai berikut;
-  Pendidikan special
-  Kerangka pengetahuan
-  Pengakuan komunitas
-  Akuntabilitas individual
-  Komitmen untuk mengikuti kode etik yang melindungi kepentingan publik dan memberikan tanggung jawab sosial.
Kode Etik
Selain organisasi yang mengatur diri sendiri, persyaratan dasar untuk profesi adalah ketaatan pada seperangkat norma profesional, yang dibiasanya dinamakan” Kode Etik”
Etika dan profesionalisme itu berjalan seiring, jika salah satunya tidak ada, maka tidak sempurna; Etika tanpa kompetensi menjadi tidak berarti; kompetensi tanpa etika menjadi tidak tentu arah dan bahkan membahayakan.
Hans Martins Sass menerangkan pendapatnya;  “Etika dan keahlian bergandengan, hanya dengan keduanya profesionalisme sesungguhnya muncul dan memberikan landasan pelayanan hubungan kepercayaan professional yang bias diterima secara moral”
Manfaat PR bagi masyarakat dirasakan bertambah apabila:
1. PR mempromosikan persaingan bebas yang etis dalam hal ide, informasi, pendidikan di pasar opini public.
2. PR menunjukkan sumber dan tujuan peserta dalam perdebatan.
3. PR memperkuat standar perilaku yang baik.


               

2 komentar:

  1. pembahasannya bagus, kalau boleh tau dari sumber buku apa ya ? thanks

    BalasHapus
  2. Klo boleh tau sumber bukunya apa kak?

    BalasHapus